Komnas HAM Minta Sidang Prajurit Kasus Penembakan Diadakan Secara Terbuka

Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) RI Perwakilan Papua sedang mengawasi proses persidangan dua prajurit yang terlibat dalam kasus penembakan warga sipil di Jayapura dan Keerom. Mereka mendesak agar persidangan tersebut dibuka untuk publik guna memastikan keadilan bagi keluarga korban dan masyarakat umum.

Kepala Komnas HAM RI Perwakilan Papua, Frits B Ramandey, menegaskan bahwa keterbukaan dalam persidangan adalah hak publik. Keterbukaan ini juga penting bagi pemulihan psikologis keluarga korban, serta mendorong transparansi dalam proses hukum yang sedang berlangsung.

“Masyarakat memiliki hak untuk mengetahui perkembangan dan proses hukum terkait kasus ini,” ujarnya dalam kesempatan tersebut, menggarisbawahi pentingnya partisipasi publik dalam berbagai fase hukum.

KeterbukaanDalam Proses Hukum Sangat Diperlukan

Frits menekankan bahwa kehadiran Komnas HAM bukan untuk mengintervensi proses peradilan militer. Pihaknya berharap agar persidangan ini dilakukan secara terbuka yang akan membantu menciptakan keadilan yang objektif.

“Kami telah meminta keterangan dari dua tersangka pada Kamis (23/10) lalu,” tambahnya, merujuk pada dua prajurit yang kini sedang menjalani proses hukum di Oditur Militer IV/20 Jayapura.

Komnas HAM menilai bahwa akses yang diberikan oleh Oditur Militer merupakan langkah positif menuju transparansi dalam penanganan kasus pelanggaran hukum oleh anggota TNI. Akses ini memungkinkan mereka untuk mendengar langsung keterangan dari para tersangka dan mengerti konteks insiden yang terjadi.

Rincian Kasus Penembakan yang Mengundang Perhatian

Kasus ini mencakup dua insiden penembakan yang terjadi pada bulan September 2025. Insiden pertama menimpa Obet Manaki, seorang warga sipil yang bekerja sebagai juru parkir di Entrop, Jayapura. Dia ditembak oleh anggota TNI pada tanggal 3 September.

Kasus kedua melibatkan seorang prajurit bernama Kapten Inf J, yang diduga terlibat dalam penembakan di Distrik Waris, Kabupaten Keerom. Dalam insiden ini, seorang prajurit bernama Praka Petrus Muenda kehilangan nyawanya.

“Petrus telah lama meninggalkan tugas dan memilih tinggal bersama keluarganya di Waris saat insiden tragis itu terjadi,” jelas Frits, menunjukkan kompleksitas situasi yang dihadapi masyarakat setempat.

Masyarakat Berhak Mengenal Proses Hukum yang Berjalan

Frits menambahkan bahwa pemulihan kepercayaan publik terhadap ketahanan hukum akan tergantung pada bagaimana kasus-kasus ini ditangani. Oleh karena itu, akses dan keterbukaan informasi sangat penting untuk memastikan bahwa proses hukum berlangsung secara adil.

Dalam konteks ini, Komnas HAM berperan sebagai pengawas untuk memastikan bahwa tidak ada pelanggaran. Penegakan hukum yang transparan berpotensi untuk memulihkan hubungan antara masyarakat dan aparat keamanan.

Ia pun menyatakan bahwa pengawasan ini adalah bagian integral dari misi Komnas HAM dalam melindungi hak-hak asasi manusia di seluruh wilayah Indonesia, terutama di daerah yang mengalami ketegangan konflik.

Dalam rangka menciptakan tempat yang lebih adil, Komnas HAM mengimbau semua pihak untuk menjaga keadilan dan menerapkan prinsip-prinsip transparansi. Dengan begitu, kepercayaan masyarakat terhadap institusi hukum dapat dipulihkan secara bertahap.

Keterlibatan publik dalam proses hukum tidak hanya krusial bagi korban, tetapi juga penting untuk reformasi di masa depan. Terbukanya pengadilan bisa menjadi sinyal positif bahwa ada komitmen untuk memperbaiki situasi di tanah Papua.

Proses ini juga menunjukkan bahwa meski terdapat tantangan, masyarakat tidak tinggal diam. Mereka meminta kejelasan dan akuntabilitas dari pihak-pihak yang terlibat, terutama ketika menyangkut isu-isu sensitif seperti pelanggaran HAM.

Related posts