Penerapan RJ pada Penyelidikan dan Penuntutan dalam Proses Hukum

Wakil Menteri Hukum, Edward Omar Sharif Hiariej, lebih dikenal sebagai Eddy Hiariej, baru-baru ini menjelaskan penerapan konsep keadilan restoratif. Penerapan ini bukan hanya berlaku di satu tahap, tetapi dapat diterapkan mulai dari penyelidikan hingga saat menjalani hukuman penjara.

Eddy memberikan contoh konkret mengenai penerapan keadilan restoratif di tahap penyelidikan. Menurutnya, jika korban bersedia memaafkan setelah ganti rugi dilakukan, hal ini dapat menjadi dasar untuk menerapkan keadilan restoratif.

Dalam sebuah ilustrasi, Eddy menjelaskan kasus penipuan dengan kerugian sebesar Rp1 miliar. Jika korban menerima pengembalian dana tersebut dan memberitahukan pihak berwenang, maka proses keadilan restoratif bisa mulai dijalankan.

Proses Penerapan Keadilan Restoratif di Berbagai Tahap

Eddy menekankan bahwa proses keadilan restoratif dapat terjadi di berbagai tahap dalam sistem hukum. Hal ini mencakup tahap penyelidikan, penyidikan, hingga penuntutan dan persidangan. Penerapan ini akan sangat berguna untuk pelaku yang melakukan tindak pidana untuk pertama kalinya.

Lebih lanjut, Eddy menyebutkan syarat-syarat tertentu yang harus dipenuhi untuk menerapkan keadilan restoratif. Salah satunya adalah pelaku tidak boleh memiliki ancaman pidana yang lebih dari lima tahun penjara.

Dengan memenuhi syarat tersebut, keadilan restoratif juga dapat diterapkan setelah adanya vonis dari majelis hakim. Ini menunjukkan fleksibilitas dari konsep ini dalam membantu pelaku untuk memperbaiki kesalahan mereka.

Mekanisme Pengajuan Keadilan Restoratif

Mekanisme pengajuan keadilan restoratif diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana yang baru. Terdapat dua cara dalam pengajuannya, yang dapat dilakukan oleh pelaku, korban, atau bahkan pihak berwenang. Pertama, pengajuan oleh pelaku atau keluarga, dan yang kedua adalah penawaran dari pihak penyelidik atau penuntut umum.

Penting untuk dicatat bahwa tidak semua tindak pidana dapat diajukan untuk proses keadilan restoratif. Ada sembilan jenis tindak pidana yang dikecualikan dari mekanisme ini, seperti terorisme dan korupsi.

Ini bertujuan untuk menjaga agar keadilan dapat tetap ditegakkan, terutama untuk pelanggaran yang dianggap lebih serius. Dengan demikian, pelaku tindak pidana ringan yang memenuhi syarat bisa mendapatkan kesempatan untuk memperbaiki kesalahannya tanpa melalui proses pengadilan yang panjang.

Konsekuensi dan Harapan dari Keadilan Restoratif

Keadilan restoratif memiliki harapan untuk memulihkan hubungan antara pelaku dan korban. Eddy menekankan pentingnya pendekatan ini untuk menciptakan masyarakat yang lebih harmonis. Dengan kata lain, keadilan restoratif bukan hanya mengenai hukum, tetapi juga tentang kemanusiaan.

Proses ini juga diharapkan dapat mempercepat penyelesaian perkara. Dengan keberadaan keadilan restoratif, diharapkan pengadilan dapat lebih fokus pada kasus-kasus yang lebih serius dan tidak membebani sistem hukum dengan perkara kecil.

Dari sudut pandang pelaku, keadilan restoratif dapat memberikan kesempatan untuk memperbaiki diri. Pelaku yang mengikuti proses ini umumnya akan lebih menyadari dampak tindakan mereka dan berusaha untuk tidak mengulang kesalahan yang sama.

Related posts