Rilis Cetak Biru Inklusi Disabilitas oleh Kemdiktisaintek di Universitas

Kementerian Pendidikan Tinggi, Sains, dan Teknologi (Kemdiktisaintek) telah menunjukkan komitmennya untuk memastikan bahwa kampus di Indonesia menjadi ramah bagi penyandang disabilitas. Menurut Direktur Belmawa, Beny Bandanadjaja, aksesibilitas untuk semua, termasuk penyandang disabilitas, merupakan bagian penting dalam upaya meningkatkan pelayanan mahasiswa di perguruan tinggi.

Data dari Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) menunjukkan bahwa hanya 2,8 persen penyandang disabilitas mampu menyelesaikan pendidikan tinggi. Namun, tantangan yang dihadapi masih beragam, termasuk keterbatasan akses fisik, layanan akademik yang kurang adaptif, dan kebijakan kelembagaan yang belum sepenuhnya mendukung.

Dalam konteks ini, pengembangan Metrik Inklusi Disabilitas oleh Universitas Negeri Surabaya (UDIM) menjadi langkah penting. Metrik ini dirancang sebagai alat ukur untuk menilai sejauh mana perguruan tinggi mengimplementasikan prinsip inklusi disabilitas secara berkelanjutan.

Pentingnya Aksesibilitas dalam Pendidikan Tinggi di Indonesia

Aksesibilitas untuk penyandang disabilitas bukanlah sekadar aspek tambahan, melainkan suatu keharusan yang harus dipenuhi oleh setiap perguruan tinggi. Dalam hal ini, kampus harus menjadi rumah bagi semua, di mana semua individu merasa diterima dan diperlakukan secara setara.

Dengan adanya Metrik Inklusi Disabilitas, setiap perguruan tinggi dapat mengetahui kondisi mereka dalam hal aksesibilitas. Tak hanya itu, metrik ini juga membantu mereka mengidentifikasi celah layanan yang perlu diperbaiki untuk meningkatkan pengalaman belajar bagi mahasiswa penyandang disabilitas.

Direktur Jenderal Pendidikan Tinggi, Khairul Munadi, menegaskan bahwa mulai tahun 2026, seluruh perguruan tinggi di Indonesia diwajibkan untuk menyediakan lingkungan belajar yang aman dan inklusif. Ini adalah langkah nyata untuk menjadikan pendidikan tinggi sebagai arena yang inklusif dan tidak diskriminatif.

Upaya Membangun Kampus yang Inklusif dan Ramah Disabilitas

Pembangunan kampus yang inklusif memerlukan berbagai upaya, mulai dari kebijakan hingga infrastruktur. Metrik yang dikembangkan oleh UDIM mencakup berbagai aspek strategis, termasuk tata kelola, ketersediaan sarana dan prasarana, serta layanan akademik dan non-akademik.

Berbagai aspek ini harus diperhatikan untuk memastikan bahwa penyandang disabilitas dapat menikmati haknya untuk mendapatkan pendidikan yang layak. Hal ini bukan hanya kewajiban moral, tetapi juga mencerminkan komitmen terhadap kesetaraan di semua lini.

Melalui inisiatif ini, mahasiswa penyandang disabilitas diharapkan dapat berpartisipasi secara aktif dalam berbagai kegiatan akademik dan non-akademik. Itu adalah langkah penting untuk menciptakan budaya kampus yang inklusif dan saling menghormati.

Komitmen dan Kebijakan Pemerintah Terhadap Penyandang Disabilitas

Pemerintah Indonesia telah menunjukkan keseriusannya dalam menangani isu-isu yang berkaitan dengan penyandang disabilitas melalui berbagai kebijakan. Salah satu contohnya adalah penyusunan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2016 tentang Penyandang Disabilitas yang menawarkan kerangka kerja regulasi yang pro-disabilitas.

Selain itu, kebijakan pendidikan juga diperkuat melalui Permendikbudristek yang mengatur akomodasi yang layak bagi penyandang disabilitas. Ini mencerminkan upaya nyata untuk menciptakan kesetaraan dalam pendidikan dan memastikan bahwa semua individu memiliki akses yang sama terhadap kesempatan belajar.

Selaras dengan tujuan tersebut, pemerintah juga mendukung pencapaian Sustainable Development Goals (SDGs), khususnya yang berkaitan dengan pendidikan berkualitas dan pengurangan ketimpangan. Pendidikan tinggi inklusif akan menjadi fondasi bagi pengembangan sumber daya manusia yang kompeten dan berkeadilan.

Related posts