Kejadian yang baru-baru ini viral tentang “rahim copot” menarik perhatian masyarakat luas. Dalam insiden yang diungkapkan oleh seorang dokter dan influencer kesehatan, seorang pria datang ke rumah sakit dengan membawa kantong plastik yang diduga berisi rahim pasien yang mengalami komplikasi serius.
Peristiwa ini menimbulkan banyak pertanyaan dan kecemasan terkait prosedur persalinan, terutama yang dilakukan oleh tenaga kesehatan yang tidak terlatih. Prof. Budi Wiweko, Ketua Umum Perkumpulan Obstetri dan Ginekologi Indonesia (POGI), memberikan penjelasan mendetail mengenai keadaan tersebut.
Menurutnya, proses pengeluaran plasenta setelah persalinan haruslah dilakukan dengan hati-hati dan mengikuti protokol medis yang benar. Dalam situasi normal, plasenta akan keluar dalam waktu 15 hingga 30 menit setelah bayi lahir, dan tidak boleh ditekan atau dipaksa keluar.
Pada saat persalinan, manajemen aktif kala III menjadi prosedur yang dianjurkan. Hal ini biasanya mencakup pemberian obat untuk membantu rahim berkontraksi agar plasenta bisa lepas secara alami, serta mencegah risiko perdarahan.
Pentingnya Penanganan Medis yang Tepat Setelah Melahirkan
Pengelolaan pascapersalinan sangat krusial untuk kesehatan ibu. Terutama dalam memastikan plasenta terlepas dengan lancar tanpa adanya risiko komplikasi. Proses ini tidak seharusnya diabaikan, dan setiap dokter harus mampu melakukan tindakan dengan sebaik mungkin.
Namun, dalam beberapa kasus, ada kondisi tertentu yang menghalangi plasenta untuk keluar dengan mudah. Selain itu, ada jenis plasenta yang dapat menempel terlalu kuat di dinding rahim, yang bisa memicu komplikasi lebih lanjut.
Beberapa kondisi medis seperti plasenta akreta, inkreta, dan perkreta memiliki risiko yang lebih tinggi. Dalam kasus-kasus tersebut, tindakan manual atau bahkan operasi mungkin diperlukan untuk memastikan keselamatan ibu.
Situasi ini semakin rumit jika bantuan medis tidak tepat waktu. Dokter harus sigap dalam menilai kondisi serta mengambil tindakan yang diperlukan untuk mencegah risiko yang lebih serius.
Komplikasi Berat yang Mungkin Terjadi akibat Penarikan Plasenta
Ketidakakuratan dalam penanganan plasenta dapat menyebabkan komplikasi serius, seperti inversio uteri. Hal ini terjadi ketika plasenta yang masih melekat ditarik paksa, sehingga mengakibatkan rahim ikut tertarik keluar.
Kondisi tersebut sangat berbahaya dan bisa menimbulkan perdarahan hebat, yang jika tidak segera ditangani, dapat berujung fatal. Dalam momen krisis seperti ini, dokter harus bertindak cepat untuk melakukan reposisi rahim agar tidak terjadi kerusakan lebih lanjut.
Jika inversio uteri terjadi, pasien berisiko kehilangan kemampuan berkontraksi rahim, yang mengarah kepada pembentukan “cincin” pada rahim. Ini adalah kondisi darurat yang memerlukan konsentrasi tinggi dari tim medis.
Pada akhirnya, penanganan yang cepat dan tepat merupakan kunci untuk menyelamatkan nyawa pasien. Jika tindakan medis tidak segera diambil, bisa berakibat fatal dan menyebabkan kematian.
Kesimpulan Penting Mengenai Proses Persalinan dan Keselamatan Ibu
Pemeriksaan menyeluruh terhadap insiden ini belum dapat dilakukan sepenuhnya oleh POGI tanpa melihat langsung kondisi pasien. Namun, berdasarkan teori dan pengalaman sebelumnya, ada dua kemungkinan yang bisa terjadi dalam kasus tersebut.
Salah satu kemungkinan adalah inversio uteri total, di mana rahim keluar sepenuhnya, atau adanya robekan pada dinding rahim. Diagnosa diperlukan untuk mengkonfirmasi situasi yang sebenarnya.
Walau kasus seperti ini sangat jarang, bisa sangat berbahaya jika tidak ditangani oleh tenaga kesehatan yang terlatih. POGI menegaskan betapa pentingnya persalinan ditangani oleh profesional medis yang memiliki keahlian di bidangnya.
Pendidikan dan pelatihan yang memadai bagi semua tenaga kesehatan diharapkan dapat mencegah kejadian serupa di masa mendatang. Keselamatan ibu dan anak harus selalu menjadi prioritas dalam setiap proses persalinan.
