Banjir di Semarang Terimbas 38000 Warga Lebih

Hujan lebat yang mengguyur Kota Semarang pada tanggal 22 Oktober menyebabkan keadaan darurat yang parah. Ribuan rumah terendam air, mengganggu kehidupan masyarakat dan mengakibatkan kerugian yang cukup besar.

Data dari Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) menunjukkan lebih dari 38 ribu orang terkena dampak langsung dari bencana ini. Dengan ketinggian genangan air yang bervariasi, keadaannya semakin memburuk seiring dengan bertambahnya hujan.

Beberapa wilayah seperti Bangetayu Kulon dan Banjardowo mengalami genangan dengan tinggi air antara 20 hingga 60 sentimeter. Di sisi lain, di jalan nasional Kaligawe, air merendam hingga setengah meter, menyebabkan kemacetan parah di arus lalu lintas.

Menurut Kepala Pusat Data, Informasi, dan Komunikasi Kebencanaan BNPB, Abdul Muhari, genangan ini disebabkan oleh sistem drainase yang tidak berfungsi optimal. “Sistem drainase tidak mampu menampung debit air, apalagi dengan luapan Sungai Tenggang,” ungkapnya.

Situasi semakin kritis ketika area depan RSI Sultan Agung terendam air setinggi 80 sentimeter, yang memaksa evakuasi beberapa pasien. Meskipun demikian, hingga pertengahan hari Jumat, tidak ada laporan mengenai pengungsian warga sudah dilakukan.

Dampak Banjir Terhadap Masyarakat Semarang dan Lainnya

Pemerintah daerah berupaya maksimal dalam menanggulangi dampak banjir. BPBD Kota Semarang melakukan aksi cepat dengan penyedotan air, meskipun hanya dua dari enam unit pompa yang berfungsi. Bahkan, bantuan pompa dari BPBD Jawa Tengah telah tiba untuk mempercepat proses evakuasi air.

Pihak Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) memperkirakan bahwa potensi hujan dengan intensitas tinggi masih akan berlanjut hingga awal November. Fenomena cuaca yang terjadi diperkirakan merupakan dampak dari Madden-Julian Oscillation (MJO) dan gelombang Rossby di ekuator.

Banjir di Semarang bukanlah satu-satunya masalah, karena menjelang akhir Oktober, dampak hujan deras ini juga merambat ke Kabupaten Grobogan. Di sana, 2.263 rumah di 28 desa terendam dengan ketinggian genangan yang mencapai lutut orang dewasa, memaksa masyarakat menghadapi situasi serba sulit.

Lebih jauh, banjir ini juga mengakibatkan kerusakan pada 285 hektare lahan pertanian, khususnya padi. Di Kecamatan Gubug, jebolnya tanggul Kali Tuntang sepanjang 10 meter sempat menganggu jalur kereta yang melintas Jakarta-Surabaya.

Strategi Penanggulangan Banjir dan Upaya Modifikasi Cuaca

Dalam menghadapi krisis ini, Kepala BNPB, Letjen TNI Suharyanto, mengeluarkan instruksi untuk melaksanakan Operasi Modifikasi Cuaca (OMC). Operasi ini diharapkan bisa meredakan curah hujan yang kerap turun di wilayah yang telah terendam banjir.

Pesawat Cessna Caravan digunakan untuk kebutuhan modifikasi cuaca dan telah tiba di Bandara Ahmad Yani di Semarang. Dengan tujuan mengurangi dampak hujan, dibekali dengan 10 ton natrium klorida (NaCl) dan 2 ton kalsium oksida (CaO) untuk penyemaian awan.

“Kami ingin mengatur agar hujan tidak turun di wilayah yang sudah tergenang, bukan menghentikan sepenuhnya,” tegas Abdul. OMC ini melibatkan berbagai instansi dan dijadwalkan berlangsung 3 hingga 5 hari, tergantung pada kondisi cuaca yang ada.

Namun, BNPB juga memberi peringatan bahwa modifikasi cuaca bukanlah solusi permanen. Ini hanya langkah sementara sembari menunggu perbaikan sistem drainase dan penguatan tanggul dalam jangka panjang.

Peran Masyarakat dalam Menghadapi Bencana

Masyarakat juga diharapkan berperan aktif dalam menghadapi situasi bencana. Kesadaran dan kesiapsiagaan dalam menghadapi banjir sangat penting untuk meminimalkan kerugian yang terjadi.

Langkah sederhana seperti membuat saluran air di halaman rumah dan menjaga kebersihan lingkungan sekitar dapat membantu memperlancar arus air saat hujan turun dengan intensitas tinggi. Selain itu, informasi tentang badan layanan darurat dan evakuasi juga perlu disebarluaskan agar masyarakat siap menghadapi bencana.

Koordinasi antara pemerintah dan masyarakat sangat diperlukan. Pelatihan dan simulasi penanggulangan bencana harus dilakukan secara berkala agar semua pihak tahu apa yang harus dilakukan saat keadaan darurat terjadi.

Dengan kolaborasi dan kesadaran bersama, masyarakat Semarang dan Grobogan dapat lebih siap menghadapi tantangan yang ada. Hal ini akan meningkatkan ketahanan mereka terhadap bencana di masa mendatang.

Walaupun situasi banjir saat ini cukup mengkhawatirkan, harapan untuk perbaikan sangat ada. Keterlibatan seluruh stakeholder, mulai dari pemerintah daerah, institusi, hingga masyarakat, akan menjadi kunci dalam mengatasi masalah ini.

Related posts