Polda Sumut baru-baru ini mengungkap kasus perdagangan bayi yang melibatkan sindikat ilegal di Kota Medan. Keberhasilan penggerebekan ini menghasilkan penangkapan delapan orang tersangka yang diduga terlibat dalam praktek yang sangat keji ini.
Praktik perdagangan bayi ini berlangsung sejak beberapa tahun lalu, dan pelakunya telah berhasil menjual sejumlah bayi ke pembeli yang tidak bertanggung jawab. Hal ini tentunya menjadi perhatian serius bagi aparat penegak hukum sebagai salah satu tindak pidana perdagangan orang yang paling kejam.
“Dari hasil penyelidikan yang dilakukan, perdagangan bayi ini sudah berlangsung sejak tahun 2023, dengan total delapan bayi yang berhasil dijual,” ujar Direktur Reskrimum Polda Sumut, Kombes Pol Ricko Taruna Mauruh, dalam konferensi pers.
Rincian Perdagangan Bayi dan Modus Operandi Sindikat
Kegiatan perdagangan bayi ini dilakukan dengan modus yang terorganisir, di mana setiap anggota memiliki peran masing-masing. Para tersangka berkomunikasi secara tertutup untuk menjaga keberlangsungan praktik ilegal ini, memastikan jaringan mereka tetap terjaga tanpa terdeteksi oleh pihak berwajib.
Menurut informasi yang diberikan oleh Kombes Ricko, praktik terakhir yang terungkap adalah penjualan seorang bayi laki-laki yang baru lahir tiga hari. Hal ini menunjukkan betapa nekatnya para pelaku dalam menjalankan aksi mereka.
Lebih lanjut, dia menjelaskan bahwa perdagangan bayi ini bahkan melibatkan jaringan antarprovinsi, di mana bayi-bayi tersebut dijual dengan harga berkisar antara Rp 10-15 juta per bayi. Ini adalah jumlah yang sangat besar dan mencerminkan tingginya permintaan di pasar gelap.
Proses Penangkapan dan Penggerebekan
Penggerebekan yang dilakukan oleh Subdit IV Renakta Direktorat Reskrim Polda Sumut berlangsung di sebuah rumah kos yang dicurigai sebagai tempat praktik perdagangan bayi. Petugas berhasil menyita beberapa barang bukti dan menangkap delapan orang tersangka dengan latar belakang yang berbeda-beda.
Dari delapan tersangka, tujuh di antaranya adalah wanita. Mereka memiliki peran yang bervariasi, mulai dari ibu bayi hingga perantara yang menjual bayi kepada pembeli akhir. Semua ini menunjukkan betapa sistematisnya jaringan ini dalam menipu dan mengeksploitasi orang-orang yang membutuhkan.
Salah satu tersangka yang ditangkap adalah BDS alias TBD, yang merupakan ibu kandung bayi yang dijual. Dia diketahui meminta bantuan SA untuk menjual bayinya, dan sambungan komunikasi antara semua pelaku sangat kompleks dan dirancang untuk menyembunyikan jejak mereka.
Konsekuensi Hukum dan Peran Lembaga Kesejahteraan Sosial
Para tersangka kini dihadapkan pada ancaman hukuman yang cukup berat karena melanggar sejumlah pasal dalam undang-undang perlindungan anak serta undang-undang tentang pemberantasan perdagangan orang. Mereka dijerat dengan pasal 83 Jo pasal 76F UU RI No 35 tahun 2014 dan Pasal 2 UU RI No 21 Tahun 2007.
Ancaman hukuman maksimal yang bisa diterima oleh para pelaku adalah 15 tahun penjara, yang diharapkan dapat memberikan efek jera bagi pelaku lain di luar sana. Penegakan hukum yang tegas diharapkan dapat menekan angka perdagangan bayi yang semakin meningkat.
Polda Sumut juga berkoordinasi dengan Dinas Sosial untuk memberikan perawatan sementara kepada bayi yang diamankan. Ini menjadi langkah penting untuk memastikan bahwa bayi-bayi tersebut mendapatkan perlindungan dan perawatan yang layak setelah mengalami trauma akibat penjualan tersebut.