Keberanian untuk menghadapi kegelapan selalu menjadi ciri khas manusia. Sebuah kisah menakutkan dari Korea Selatan membuktikannya, di mana kejahatan mengerikan terungkap setelah lebih dari tiga dekade, mengingatkan kita bahwa pada akhirnya, kebenaran akan selalu menemukan jalannya untuk terungkap.
Kisah ini dimulai pada tahun 1986, ketika serangkaian kejahatan yang mengerikan mulai terjadi di Hwaseong. Dalam rentang waktu lima tahun, sepuluh wanita menjadi korban pembunuhan serta pemerkosaan. Kejahatan berlangsung dengan sangat rapi, meninggalkan pihak kepolisian dalam keadaan kebingungan.
Pada saat itu, kepolisian menerjunkan berbagai tim dan melakukan penyelidikan secara menyeluruh. Beragam sampel seperti sidik jari, rambut, dan bukti lainnya dikumpulkan. Sayangnya, keterbatasan teknologi di era itu membuat upaya mereka untuk mengidentifikasi pelaku menemui jalan buntu.
Sejarah Kasus Pembunuhan yang Meneror Masyarakat
Pembunuhan berantai ini menarik perhatian seluruh negeri, mengingat kesulitan yang dihadapi oleh pihak kepolisian. Mereka hanya dapat memberikan gambaran umum tentang pelaku, yang diketahui berkulit kurus dengan tinggi 168-170 cm dan berusia sekitar 25 tahun. Namun, semua usaha untuk menangkapnya sia-sia.
Selama bertahun-tahun, kasus ini menjadi salah satu misteri terbesar dalam sejarah kriminal Korea. Kendati banyak upaya dilakukan, hasilnya tetap nihil hingga teknologi modern akhirnya hadir. Pada tahun 2019, sebuah terobosan besar terjadi dengan pengenalan teknologi pencocokan DNA yang lebih canggih.
Berharap untuk menyelesaikan kasus ini, kepolisian kembali melakukan penyelidikan dan menemukan petunjuk yang selama ini terabaikan. Analisis DNA membuahkan hasil ketika identitas pelaku, Lee Chun-jae, akhirnya terungkap. Proses ini mengubah pandangan publik tentang kejahatan yang telah menghantui mereka selama lebih dari tiga dekade.
Identifikasi Pelaku dan Penyelesaian Kasus
Lee Chun-jae bukanlah sosok baru bagi aparat penegak hukum. Sejak 1994, ia telah menjalani hukuman penjara seumur hidup karena memperkosa dan membunuh saudara iparnya. Penyelidikan lebih lanjut menunjukkan bahwa ia juga terlibat dalam serangkaian tindakan bejat lainnya selama tahun 1986.
Walaupun telah menikah dan menjadi ayah, keinginannya untuk berbuat jahat tidak sirna. Setalah istrinya pergi, ia kembali ke jalur kejahatan yang mengarah pada penangkapan terakhirnya. Pada saat kejadian di Hwaseong, ia berusia 26 tahun dan baru saja selesai menjalani wajib militer.
Ketika penyelidikan dibuka kembali, metode analisis DNA menunjukkan bahwa Lee adalah pelaku utama dalam kejahatan tersebut. Ia akhirnya mengakui telah melakukan 14 pembunuhan, termasuk kasus di Hwaseong, serta sekitar 30 tindakan pemerkosaan dan percobaan pemerkosaan lainnya.
Kesalahan Teknologi dan Implikasinya dalam Penegakan Hukum
Proses penyelidikan ulang mengungkap banyak kesalahan yang dilakukan kepolisian di masa lalu. Terungkap bahwa informasi mengenai golongan darah pelaku yang sebelumnya dianggap sebagai B ternyata salah, karena Lee memiliki golongan darah O. Kesalahan ini memberikan dampak yang signifikan pada proses penyelidikan.
Dampak dari kesalahan tersebut tak hanya dirasakan oleh Lee, tetapi juga oleh seorang pria bernama Yoon Sung-yeo, yang telah terlanjur ditangkap dan menjalani hukuman penjara selama hampir dua dekade. Yoon merupakan korban dari kesalahan investigasi yang mengakibatkan ketidakadilan besar dalam sistem hukum.
Lee Chun-jae pun menyatakan keheranannya mengapa ia tidak ditangkap lebih awal. Menurutnya, kegagalan kepolisian disebabkan oleh teknologi yang kurang memadai serta kemampuannya untuk menyembunyikan jejak. Di tengah berbagai kontroversi, ia merasa ada banyak orang yang seharusnya tidak terlibat dalam kasus ini.
Seiring dengan keluarnya Lee dari daftar tersangka, ia mengungkapkan penyesalan atas kejadian yang dialami oleh banyak orang. Permintaan maafnya menunjukkan sisi manusiawi di balik sosok yang telah mengerjakan banyak hal keji. Meski ia diakui sebagai pelaku kejahatan, hukum tidak dapat menjatuhi hukumannya kembali karena kasus tersebut sudah kedaluwarsa.
Saat ini, satu-satunya tuduhan yang berhasil dijatuhkan kepadanya adalah terkait pembunuhan saudara iparnya pada tahun 1994. Kasus Hwaseong yang terkenal tersebut tetap menjadi bagian dari sejarah kelam, mengajarkan pentingnya teknologi dalam penegakan hukum serta kesadaran bahwa kebenaran akan mengungkap dirinya sendiri walau harus melewati jalan berliku.