Siklus Menstruasi Tidak Teratur Terkait dengan Efek Long Covid

Jakarta, meskipun situasi normalisasi telah terjadi, banyak penyintas Covid-19 masih menghadapi tantangan kesehatan yang belum sepenuhnya teratasi. Salah satu masalah yang muncul adalah gejala jangka panjang atau Long Covid yang mengganggu, termasuk dampak yang berhubungan dengan siklus menstruasi yang lebih lama dan berat.

Melalui berbagai penelitian, terungkap bahwa kondisi ini dapat menimbulkan risiko kekurangan zat besi yang membuat kesehatan semakin memburuk. Penemuan ini berawal dari survei di Inggris yang melibatkan lebih dari 12.000 wanita, menemukan bahwa keparahan gejala Covid jangka panjang dapat berfluktuasi tergantung pada fase menstruasi mereka.

Teknik investigasi awal menjelaskan bahwa adanya perubahan hormonal serta peradangan di lapisan rahim listrik sangat berpengaruh pada wanita yang mengalami Long Covid, meskipun penelitian lebih lanjut diperlukan untuk menggali efek jangka panjangnya. Meskipun demikian, hingga saat ini belum ada bukti yang menunjukkan bahwa kondisi kesehatan tersebut merusak fungsi ovarium.

Penting untuk dicatat bahwa temuan menunjukkan interaksi timbal balik antara Long Covid dan siklus menstruasi perempuan. Jika masalah menstruasi bisa diatasi, diharapkan gejala Covid panjang dapat dikelola lebih baik.

“Kami berharap penelitian ini dapat membantu mengembangkan terapi yang lebih spesifik bagi wanita yang mengalami gangguan menstruasi akibat Covid panjang,” ungkap Dr. Jacqueline Maybin, seorang ahli ginekologi dari Universitas Edinburgh. Menurutnya, pengobatan khusus bagi perempuan bisa menjadi langkah positif dalam menangani masalah ini.

Diperkirakan, sekitar 400 juta orang di seluruh dunia terpuruk dalam kondisi Long Covid atau telah pulih dari infeksi ini. Para dokter telah mencatat lebih dari 200 gejala terkait, dengan yang paling sering muncul antara lain kelelahan, kesulitan bernapas, sakit kepala, serta gangguan pada indra penciuman dan perasa.

Beragam gejala ini menunjukkan bahwa Long Covid dapat dipicu oleh berbagai faktor, seperti infeksi residual, peradangan berkelanjutan, hingga disfungsi sistem kekebalan tubuh. Hal ini menjadi pengingat penting bahwa meski Covid-19 mungkin berakhir, dampak jangka panjangnya masih terasa.

Dalam penelitian tersebut, Dr. Maybin dan koleganya menganalisa data dari 12.187 wanita selama survei online yang dilakukan antara Maret dan Mei 2021. Di situ, lebih dari 1.000 wanita didiagnosis dengan Long Covid, sementara lebih dari 1.700 di antaranya dinyatakan pulih dari virus dan lebih dari 9.400 lainnya tidak pernah terpapar Covid.

Hasil survei menunjukkan bahwa perempuan yang terjangkit Long Covid mengalami periode menstruasi yang lebih lama, lebih sering, dan dengan perdarahan yang lebih berat dibandingkan dengan wanita lainnya. Temuan ini mengindikasikan bahwa kondisi tersebut berpotensi menggangu kesehatan reproduktif para wanita.

Selanjutnya, survei lanjutan terhadap 54 wanita menunjukkan bahwa tingkat keparahan gejala mereka berfluktuasi saat siklus menstruasi berlangsung, yang dapat memburuk dua hari sebelum mulai menstruasi dan sampai saat periode berlangsung. Hal ini menunjukkan pentingnya pemahaman yang mendalam mengenai interaksi antara kondisi kesehatan ini dan siklus menstruasi wanita.

Dalam analisis lebih mendetail, peneliti pun memeriksa darah dari 10 wanita yang memiliki Long Covid. Hasil tes menunjukkan adanya peradangan di lapisan rahim serta tingginya level hormon dihidrotestosteron yang mungkin berkontribusi terhadap menstruasi yang lebih berat. Temuan ini menunjukkan bahwa penanganan Long Covid juga harus memperhatikan masalah menstrual.

Penting untuk digarisbawahi bahwa sebuah penelitian yang dipublikasikan dalam jurnal Nature Communications menunjukkan tidak adanya bukti bahwa Covid yang berkepanjangan merusak fungsi ovarium. Hal ini memberikan sedikit kelegaan, meskipun masih ada tantangan lain yang harus dihadapi.

Banyak wanita di usia subur cenderung mengalami defisiensi zat besi, terutama yang berkaitan dengan menstruasi berat. Defisiensi ini dapat memicu gejala seperti kelelahan, sesak napas, dan pusing, yang juga sangat umum pada mereka yang mengalami Long Covid.

“Jika seorang wanita mengalami Long Covid sekaligus kekurangan zat besi, sangat wajar jika ia merasa lemah dan tidak mampu melakukan aktivitas sehari-hari,” kata Dr. Maybin menekankan bahwa kesehatan secara keseluruhan harus menjadi fokus dalam penanganan dan perawatan.

Sementara itu, Dr. Viki Male dari Imperial College London menambahkan bahwa peradangan di rahim ada kaitan eratnya dengan perdarahan menstruasi yang berat. Penemuan ini menjelaskan hubungan logis antara Long Covid dan masalah menstruasi, menunjukkan perlunya perhatian medis yang lebih besar terhadap kondisi ini.

Obat anti-inflamasi yang digunakan dalam mengatasi menstruasi berat mungkin menjadi pilihan terapi bagi perempuan yang mengalami perdarahan parah akibat Long Covid. Temuan ini dapat mengubah cara penanganan untuk pasien, memungkinkan solusi yang lebih menyeluruh dan efektif dalam menangani kondisi tersebut.

Related posts